RAKSASABERITA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte kembali memberikan pernyataan mengejutkan terkait hubungan antara negaranya dengan Amerika Serikat (AS). Dia menyatakan akan mempertimbangkan pembelian senjata dari Rusia dan China, serta menyetop patroli bersama dengan militer AS di Laut China Selatan.
Duterte juga meminta tentara AS angkat kaki dari Mindanao. Dia menegaskan kehadiran AS di selatan Filipina menghambat upaya menghabisi para pemberontak.
Pernyataan keras itu disampaikannya saat memberikan pidato dalam sebuah acara televisi. Tak hanya itu, dia juga menyebut ada dua negara yang setuju memberikan 25 tahun pinjaman lunak bagi Filipina untuk membeli peralatan militer.
Kebijakan yang diambil Duterte ini merupakan yang pertama kalinya dilakukan sejak Filipina berdiri. Sejak awal merdeka, negara ini memang tak pernah lepas dari AS, sekutu sekaligus penjajahnya.
Hubungan mesra kedua negara pernah terjadi ketika Perang Dunia Kedua meletus, ketika pasukan milisi dan tentara AS bersatu mengusir balatentara Jepang dari negara itu. Bahkan, Jenderal Douglas MacArtuhur tak rela negara itu jatuh ke tangan Jepang.
Setelah Jepang angkat kaki, AS menjadi aliansi terdekat Filipina. Mereka pernah menandatangani perjanjian pertahanan Filipina-AS sejak 1951. Sejak saat itu Filipina menjadi sekutu nomor satu AS di Asia Tenggara. Bagi Filipina AS seolah menjadi kiblat. Termasuk juga saat Filipina membangun angkatan perangnya. AS adalah rujukan pertama.
Namun Filipina bukan negara pertama yang menolak kehadiran atau membeli senjata dari AS maupun negara-negara Barat. Indonesia, Kuba hingga Aljazair telah melakukannya lebih dulu, bahkan lebih galak.
Sikap keras terhadap Barat pernah ditunjukkan secara terang-terangan oleh Presiden Soekarno. Dia meyakini, AS dan sekutunya di Eropa ingin membentuk imperalisme baru di tanah jajahan, dan menguasai ekonomi negara yang baru merdeka.
Tak heran, Indonesia selalu memilih sikap yang berseberangan dengan Barat, terutama AS. Soekarno juga pernah menolak mentah-mentah bantuan dari Amerika Serikat. Soekarno melihat ada niat terselubung Amerika yang waktu itu menginginkan diberangusnya paham komunis dari Asia.
Soekarno yang berjanji tak mau meminta-minta dari negara lain bahkan menilai Amerika 'riya' jika memberi bantuan. Sehingga menyebabkan negara penerima bantuan kehilangan muka. Menyikapi hal ini Soekarno langsung mengatakan, "Go to Hell with Your Aid! Persetan dengan bantuanmu! lautan dollar tak akan dapat merebut hati kami."
Selama Soekarno berdiri di kursi kepresidenan, dia selalu melirik Blok Timur untuk memperkuat TNI. Pilihan itu dilakukan karena Soviet, China dan lainnya tak pernah meminta apapun, apalagi sampai ikut campur dengan masalah dalam negeri Indonesia.
Tak hanya Soekarno, Kuba pernah melakukannya juga. Di bawah kepemimpinan Fidel Castro, negara ini benar-benar membenci AS yang dianggapnya terlampau ikut campur.
Setelah revolusi, Castro marah betul terhadap AS yang dianggap lebih mendukung pemerintahan korup dibandingkan pemerintahan di bawah kaum revolusioner yang dituding sebagai komunis. Alhasil, Castro memilih merapat ke Uni Soviet karena dianggap lebih menguntungkan.
Ulah Castro tersebut membuat AS di bawah Presiden Dwight D Eissenhower marah, sampai terjadinya krisis nuklir di Kuba. Namun, ketegangan sempat mereda sementara berkat Presiden John F Kennedy.
Sejalan dengan Indonesia dan Kuba, pemimpin Libya sempat bersitegang dengan AS gara-gara kebijakannya untuk menasionalisasi sejumlah perusahaan minyak di negerinya. Tindakan itu membuat AS memutus seluruh akses diplomasi dan menarik duta besarnya.
Langkah AS tidak membuat takut, dia malah bereaksi lebih keras. Alhasil, militer kedua negara beberapa kali terlibat bentrok.
Sempat memperbaiki hubungan, tindakan yang menembaki massa demonstran membuat AS dan sekutunya marah. Negeri Paman Sam bersama NATO menerjunkan pesawat tempur mereka untuk menghancurkan posisi militer, hingga akhirnya pemerintahan itu jatuh.
Harga mahal yang harus dibayar karena berseberangan dengan AS dan sekutunya.
EmoticonEmoticon